Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin dan Tokoh Besar Islam

Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin dan Tokoh Besar Islam
Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin dan Tokoh Besar Islam - Hai sobat, mungkin di antara kalian masih banyak yang belum mengenal Imam Syafi'i. Nah pada perjumpaan kita kali ini kita akan membahas tentang biografi sang tokoh besar islam di masa lampau yang ilmunya beliau tumpahkan kedalam karya-karyanya yang sangat bermanfaat hingga saat ini. Mari kita simak ulasannya berikut ini.

Biografi Imam Syafi'i

Imam Syafi’i adalah salah satu imam madzhab empat, Imam Syafi'i memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, ia lahir di wilayah Gaza, Palestina tahun 150 Hijriah atau 767-820 Masehi, beliau berasal dari keturunan bangsa Qurais dan masih keluarga jauh dari Rasulullah SAW.  Ayah beliau melalui garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf yang merupakan kakek ketiga Rasulullah dan ibu beliau yang merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a Semasa di kandungan, kedua orang tua beliau pergi meninggalkan Makkah menuju Palestina, sesampainya di Gaza, ayah beliau jatuh sakit dan meninggal dunia, setelah itu beliau dirawat dan dibesarkan oleh ibunda beliau dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan hidup serba kekurangan. 

Kelahiran

Idris bin Abbas yang merupakan ayah Imam Syafi'i kala itu sedang menyertai istrinya ketika dalam perjalanan yang cukup jauh menuju kampung Gaza, Palestina. Saat itu umat islam sedang berperang di Kota Asqalan. Saat itu Fatimah al-Azdiyyah ibu Imam Syafi'i sedang mengandung, Idris bin Abbas pun sangat gembira ketika mengetahui istrinya mengandung, lalu beliau berkata, "Jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan kunamakan Muhammad, dan aku akan memanggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu Syafi'i bin Asy-Syaib."

Fatimah ketika itu melahirkan di Gaza, dan terwujudnya apa yang diinginkan ayahnya. Anak itu diberi nama Muhammad, dan dipanggil dengan nama "asy-Syafi'i" yang merupakan nama salah seorang kakeknya. Meskipun kebanyakan dari ahli sejarah islam berpendapat bahwa Imam Syafi'i dilahirkan di Gaza, Palestina, namun beberapa di antara ahli sejarah islam berpendapat bahwa Imam Syafi'i dilahirkan di Kota Asqalan; sebuah kota yang berjarak tiga farsakh dari Kampung Gaza, Palestina. Menurut para ahli sejarah juga, Imam Syafi'i dilahirkan pada tahun 150 H, yang merupakan tahun wafatnya seorang ulama besar Sunni Imam Abu Hanifah.

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan dari setiap seratus tahun akan ada seorang yang akan mengajarkan Sunnah Rasulullah dan akan menyingkirkan para pendusta terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kami berpendapat pada seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah SWT mentakdirkan Imam Asy-Syafi`i."

Kehidupan Imam Syafi’i Sejak Kecil

Ketika beliau berusia 9 tahun, beliau telah menjadi hafidz Quran, beliau juga sempat 16 kali mengkhatamkan Al Quran ketika dalam perjalanannya dari Makkah ke Madinah. Selanjutnya setahun kemudian, Kitab Al Muwatha’ karangan Imam Malik yang berisi 1.720 hadist pilihan pun juga dihafal beliau dengan lancar, Imam Syafi’i juga mempelajari bahasa dan sastra Arab di Dusun Badui tempat tinggal Bani Hundail selama beberapa tahun, setelah itu beliau kembali ke Makkah dan mempelajari fiqh dari salah seorang ulama besar yang juga merupakan mufti Kota Makkah pada saat itu yakni Imam Muslim bin Khalid Azzanni.

Kecerdasan Imam Syafi'i membuat beliau dalam usia yang masih sangat muda yaitu 15 tahun telah duduk di kursi mufti Kota Mekkah, meskipun demikian beliau belum merasa puas untuk menuntut ilmu karena beliau merasa ketika semakin banyak beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau pahami, sehingga tidak heran apabila guru Imam Syafi’i sangatlah banyak yang jumlahnya dapat dikatakan sama dengan banyaknya para muridnya. Dikatakan oleh beberapa ahli sejarah bahwa beliau sempat menimba ilmu di berbagai kota di timur tengah selain Kota Mekkah dan Madinah beliau juga sempat menimba ilmu di Yaman, Baghdad dan Mesir dimana di kota yang terakhir disebutkan merupakan tempat beliau wafat

Kontribusi Imam Syafi'i untuk Perkembangan Islam

Imam Syafi’i bisa dikatakan telah menguasai hampir seluruh disiplin ilmu pada usia muda, namun beliau lebih dikenal oleh masyarakat islam dunia sebagai ahli hadist dan hukum islam karena inti pemikiran beliau terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sampai-sampai beliau diberi gelar Nasuru Sunnah atau Pembela Sunnah Nabi. Dalam pandangan beliau, sunnah Nabi memiliki kedudukan yang amatlah tinggi, bukan hanya itu saja, bahkan beberapa kalangan mengungkapkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah Rasulullah dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam. Oleh karena itu, menurut beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah dalam hakekatnya adalah hasil pemahaman yang didapat Nabi SAW dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain Al Quran dan Hadis, dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam.

Karya Imam Syafi'i

Mazhab Syafi'i

Dasar dari madzhabnya: Al Quran, As Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau juga tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan,”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat,”. Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah (pembela sunnah),”

Dia mewariskan seluruh ilmu dan karyanya kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmunya banyak diriwayatkan oleh para murid-muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan dia juga adalah pelopor dalam menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental Risalah. Dalam bidang fiqih juga beliau menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang, awamnya dan alimnya. Juga dia menulis kitab Jima’ul Ilmi.

Beliau memiliki banyak murid, yang sebagian besar menjadi tokoh dan pembesar ulama dan Imam umat islam, yang paling menonjol adalah:

  1. Ahmad bin Hanbal, Ahli Hadits dan sekaligus juga Ahli Fiqih dan Imam Ahlus Sunnah dengan kesepakatan kaum muslimin.
  2. Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani
  3. Ishaq bin Rahawaih,
  4. Harmalah bin Yahya
  5. Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi
  6. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi dan lain-lainnya banyak sekali.

Al-Hujjah

Kitab Al Hujjah merupakan madzhab lama yang diriwayatkan oleh empat imam Irak yaitu Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al Karabisyi dari Imam Syafi’i.

Terkait masalah Al-Qur’an, Beliau Imam Asy-Syafi`i mengatakan, “Al-Qur’an merupakan Qalamullah,  barangsiapa mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia telah kafir.”

Al-Umm

Kitab “Al Umm” merupakan madzhab yang baru dari Imam Syafi’i yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir yaitu Al Muzani, Al Buwaithi, Ar Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka buanglah perkataanku di belakang tembok,”

“Kebaikan terdapat pada lima hal yaitu kekayaan jiwa, menahan dari menyakiti orang lain, mencari rizki yang halal, taqwa dan tsiqqah kepada Allah SWT. Ridha manusia adalah tujuan yang tak mungkin dicapai, tidak akan ada jalan untuk selamat dari (ucapan) manusia, wajib bagimu untuk konsisten dengan hal - hal yang bermanfaat bagimu”.

"Ikutilah Ahli Hadits oleh kalian, karena mereka merupakan orang yang paling banyak benarnya.”

Dia berkata, “Semua perkataanku yang berselisih dengan hadits yang shahih maka ambilah hadits yang shahih dan janganlah taqlid kepadaku.”

Dia berkata, “Semua hadits yang shahih dari Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam maka itu adalah pendapatku meski kalian tidak mendengarnya dariku.”

Dia mengatakan, “Jika kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam maka ucapkanlah sunnah Rasulullah dan tinggalkan ucapanku.”

Akhir Hayat

Pada suatu hari, Imam Syafi'i terkena penyakit wasir, penyakit yang dideritanya itu ia tahan bahkan jika ia naik kendaraan, darah keluar dan mengalir hingga mengenai celananya bahkan mengenai pelana dan kaus kaki beliau. Penyakit wasir ini sangat menyiksanya hingga hampir empat tahun, beliau menanggung rasa sakit demi ijtihadnya yang baru di Mesir, menghasilkan empat ribu lembar. Bukan hanya itu, ia terus mengajar, meneliti dialog serta mengkaji baik siang ataupun malam hari.

Pada suatu hari murid beliau Al-Muzani masuk menghadap Imam Syafi'i dan berkata, "Bagaimana kondisi Anda wahai guru?" Imam Syafi'i menjawab, "Aku telah siap untuk meninggalkan dunia, meninggalkan para saudara dan teman, mulai meneguk minuman kematian, kepada Allah dzikir terus terucap. Sungguh, Demi Allah, aku tak tahu apa jiwaku akan berjalan menuju surga hingga perlu aku ucapkan selamat, atau sedang menuju neraka hingga aku harus berkabung".

Setelah itu, beliau melihat ke sekelilingnya dan berkata kepada mereka, "Jika aku meninggal, pergilah kalian kepada wali (penguasa), dan mintakan kepadanya agar mau memandikanku," lalu sepupunya berkata, "Kami ingin turun sebentar untuk salat." Imam Syafi'i menjawab, "Pergilah lalu setelah itu duduklah disini menunggu keluarnya ruhku." Setelah sepupu dan murid-muridnya selesai salat, sang Imam bertanya, "Apakah engkau sudah salat?" lalu mereka menjawab, "Sudah", lalu beliau minta segelas air, pada saat itu sedang musim dingin, mereka berkata, "Biar kami mencampurnya dengan air hangat," ia berkata, "Jangan, sebaiknya dengan air safarjal". Setelah itu beliau wafat. Imam Syafi'i wafat pada malam Jum'at menjelang subuh dan pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 Hijriyah atau tahun 809 Miladiyyah pada usia 52 tahun.

Tidak lama setelah kabar kematian beliau tersebar di Mesir hingga kesedihan dan duka melanda seluruh rakyat Mesir, warga pun semua keluar dari rumah ingin membawa jenazah di atas pundak, karena dahsyatnya kesedihan yang melanda mereka. Tidak ada perkataan lain yang terucap saat itu selain permohonan rahmat dan ridho Allah SWT untuk sang Imam besar.

Sejumlah ulama pergi untuk menemui wali Mesir yaitu Muhammad bin as-Suri bin al-Hakam, bermaksud untuk memintanya datang ke rumah duka untuk memandikan jenazah Imam sesuai dengan wasiat. Ia berkata kepada mereka, "Apakah Imam meninggalkan hutang?", "Benar!" jawab mereka. Lalu wali Mesir tersebut memerintahkan untuk melunasi hutang-hutang Imam seluruhnya. Setelah itu wali Mesir barulah pergi memandikan jasad sang Imam.

Jenazah Imam Syafi'i diangkat dari rumah duka, melewati jalan al-Fusthath dan juga pasarnya hingga sampai ke daerah Darbi as-Siba, sekarang jalan Sayyidah an-Nafisah. Lalu Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan jenazah Imam ke rumahnya, setelah jenazah dimasukkan ke rumah, dia turun ke halaman rumah lalu melakukan salat jenazah, dan berkata, "Semoga Allah merahmati asy-Syafi'i, sungguh ia benar-benar berwudhu dengan baik."

Jenazah lalu dibawa hingga sampai ke tanah anak-anak Ibnu Abdi al-Hakam, disanalah tempat ia dikuburkan, yang hingga sekarang terkenal dengan Turbah asy-Syafi'i, dan disana juga dibangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid asy-Syafi'i. Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam hingga 40 hari 40 malam, setiap penziarah sulit untuk dapat sampai ke makamnya karena banyaknya orang yang berziarah.


Demikian tadi telah kita simak salah satu biografi pahlawan islam atau pemimpin islam di masa lampau yaitu Imam Syafi'i yang hingga kini ilmunya terus digunakan untuk perkembangan islam. Semoga artikel tentang Biografi Imam Syafi'i ini dapat menjadi inspirasi kepada sobat semua. Sampai jumpa pada artikel menarik selanjutnya.

Related Posts:

0 Response to "Biografi Imam Syafi'i Terlengkap | Pemimpin dan Tokoh Besar Islam"

Posting Komentar